ELEKTROGRAVIMETRI
1. Pengertian Elektrogravimetri
Metode analisis yang didasarkan pada pengendapan zat dengan menggunakan listrik.
2. Beberapa hukum yang mendasari analisis sistem elektrogravimetri
a. H. Faraday : bahwa banyaknya zat yang diendapkan pada elektroda selama elektrolisis berlangsung sebanding dengan jumlah arus listrik yang mengalir melalui larutan tersebut.
w = massa zat yang diendapkan
e = massa ekivalen
i = arus (amper)
t = waktu (detik)
F = tetapan Faraday 96487 Coulomb
b. Hukum Ohm
Kuat arus yang mengalir melalui suatu penghantar berbanding terbalik dengan tahanan dan berbanding lurus dengan tegangan
I = arus (Amper)
E = tegangan (Volt)
R = tahanan (Ohm)
Kesimpulan :
1. Elektrolisis tergantung pada i (arus)
2. Elektrolisis tergantung pada E (potensial)
Pada umumnya terdapat tiga macam kondisi yang dapat diterapkan pada sel elektrolisis, yaitu :
1. Elektrolisis dilakukan pada suatu harga potensial sel luar yang digunakan (Eapp) pada harga yang tetap.
2. Elektrolisis dilakukan pada suatu harga arus yang tetap
3. Elektrolisis dilakukan pada harga potensial katoda (EK) yang tetap
Berbagai pengertian tegangan (potensial) yang terkait dengan elektrolisis
1. Tegangan (potensial) peruraian : tegangan luar minimum yang harus diberikan untuk terjadinya elektrolisis secara kontinyu.
Ed = Ekatoda – Eanoda
2. Potensial Ohmik : yaitu jumlah potensial yang dibutuhkan untuk mengalahkan tahanan yang dialami oleh ion-ion yang bergerak menuju anoda atau katoda (Besarnya) = IR.
Sehingga potensial sel :
Esel = Ekatoda – Eanoda – IR
3. Tegangan (potensial) polarisasi
Adalah tegangan yang terjadi sesudah elektrolisis dihentikan.
Tegangan polarisasi ada dua jenis yaitu tegangan polarisasi konsentrasi dan polarisasi kinetik.
Tegangan polarisasi yang terjadi akibat perbedaan konsentrasi ion yang ditentukan pada elektroda.
Tegangan polarisasi kinetik terjadi bila laju reaksi elektrokimia pada salah satu atau kedua elektroda berlangsung lambat. Maka diperlukan potensial tambahan (overpotensial) untuk mengatasi energi penghalang bagi reaksi setengah selnya.
Ed = (Ekatoda – Eover voltage katoda) – (Eanoda – Eover voltage katoda)
Sehingga Esel = (Ekatoda – Eover voltage katoda) – (Eanoda– Eover voltage anoda) – IR
I. Elektrolisis pada potensial terpasang (Eapp) tetap
Potensial terendah yang harus diberikan agar terjadi elektrolisis dikenal sebagai potensial peruraian (Ed). Agar elektrolisis berjalan secara kontinyu dan terus menerus (karena i makin kecil), maka diperlukan potensial luar terpasang (Eapp) yang besarnya lebih besar dari Ed. Besarnya Eapp adalah
Eapp = (Ekatoda – Eover voltage katoda) – (Eanoda– Eover voltage anoda) – IR
II. Elektrolisis pada arus tetap
Sesuai hubungan I = E/R, maka untuk menjaga agar jumlah arus selalu tercukupi (besarnya i dijaga agar tidak turun), maka potensial luar harus selalu ditambah.
III. Elektrolisis pada potensial katoda yang tetap
Sebagaimana Rumusan Nerns
Ekatoda = E°katoda – log [x]
Sebagai contoh untuk elektrolisis larutan Cu2+ 10-2 M
Ek = 0,34 Volt – log (10-2)
= 0,281 Volt
Apabila kemudian konsentrasi Cu2+ dalam larutan tinggal 10-6 M maka besarnya potensial katoda menjadi
Ek = 0,34 – log 10-6
= 0,163 Volt
Keadaan ini yang menjadi dasar bagaimana kita dapat memisahkan beberapa ion logam yang mempunyai nilai potensial katoda (potensial redaksi) yang berbeda. Dari contoh di atas, antara rentang potensial 0,281 s/d 0,163 Volt yang terendapkan adalah ion Cu2+, ion-ion lain yang mempunyai potensial lebih besar dari 0,281 telah diendapkan lebih dahulu. Sedangkan ion-ion yang mempunyai potensial kurang dari 0,163 Volt akan belum terendapkan.
Metode Elektrogravimetri
Metode ini digunakan untuk analisis kuantitatif. Komponen yang dianalisis diendapkan pada suatu elektroda yang telah diketahui beratnya dan kemudian setelah pengendapkan sempurna kembali dilakukan penimbangan elektroda beserta endapannya.
Untuk tujuan ini maka endapan harus kuat menempel padat dan halus, sehigga bila dilakukan pencucian, pengeringan serta penimbangan tidak mengalami kehilangan berat. Selain itu sistem ini harus menggunakan elektroda yang Inert. Umumnya dipakai elektroda plantine.
Alat yang umum digunakan pada metode ini biasanya mempunyai skema sebagai berikut :
Sebagai contoh adalah pada elektrolisis larutan tembaga dengan konsentrasi sekitar 10-2 yang mengandung asam sulfat 0,05 (konsentrasi H+ = 0,1 )
Katoda : Cu2+ + 2e Cu E° = 0,337 V
Anoda : H+ + e ½ H E° = 0 V
H2O ½ O2 + 2H+ + 2e E = 1,23 Volt
E Cu2+/Cu = 0,337 – log = 0,278 Volt
E O2/H2O = 1,23 – log = 1,17 Volt
Esel = Ekatoda-Eanoda = 0,278-1,17 = 1,148 Volt
Maka agar terjadi reaksi elektrolisis maka Eapp harus lebih besar dari 1,148 Volt.
Untuk menganalisis ion-ion Cu2+ dalam larutan tersebut dapat dengan 2 cara
1. Cara lambat tanpa pengadukan
Analisis dilakukan selama 1 malam dengan tegangan 2, -2,5 Volt dan arus 0,3 A
2. Cara cepat dengan pengadukan
Elektrolisis dilakukan dalam waktu 15-20 menit dengan tegangan 3-4 Volt dan arus 0,4- 2 A.
Untuk mengetahui sudah habis atau belum jumlah Cu2+ dalam larutan dilakukan dengan mengetes larutan dengan larutan K4[Fe{CN}6]. Jika larutan masih coklat warnanya berarti masih ada Cu2+.
Contoh Soal
1. Tembaga (Cu) dengan konsentrasi 0,01 M dianalisis secara elektrogravimetri. Berapa harga potensial yang diperlukan jika diharapkan 99,99% Cu dapat diendapkan di katoda. (Anggap tidak ada tegangan yang lain dalam sistem) dan E° Cu2+/Cu = 0,337 V
Jawab : Eapp = E° Cu2+/Cu – log
= 0,337 – 0,059 log
= 0,2778999 Volt
2. Dalam larutan sampel mengandung ion Cu2+ dan Ni2+ yang sama besarnya yaitu 10-3 M. Bila potensial reduksi standar Cu2+/Cu = 0,337 V dan Ni2+/Ni = 0,23 Volt Pada saat sistem elektrolisis mengendapkan Cu di katoda apa yang terjadi dengan ion Ni2+.
Jawab :
* Pada saat mengendapkan Cu2+, besarnya potensial minimum yang dibutuhkan adalah :
Eapp = E° Cu2+/Cu – log
= 0,337- log
= 0,337-0,0885
= 0,2485 Volt
* Untuk mengendapkan Ni2+, dikatoda diperlukan potensial:
Eapp = E° Ni2+/Ni – log
= -0,230 - log
= - 0,3185 volt
Karena untuk mengendapkan Ni2+ hanya diperlukan E = -0,3185 Volt. Apabila pada saat mengendapkan Cu2+ yang E = 0,2485 Volt, maka semua Ni2+ dipastikan sudah mengendap
3. Suatu larutan sampel sebanyak 100 ml mengandung ion Cu2+. Apabila larutan tersebut dielektrolisis dengan E : 3 Volt selama 1 jam ternyata didapatkan logam tembaga sebanyak 300 mg dengan kemurnian 98%. Berapa konsentrasi tembaga dalam sampel Ar . Cu 63,55
Jumlah Cu yang diendapkan = 0,98 x 0,3 gram = 0,294 gr
Jumlah Cu2+ dalam larutan:
Jumlah mol Cu2+ = =4,63.10-3 mol
Karena volume larutan sampel 100 ml, maka konsentrasi Cu2+
=
= 46310-2 M
ELEKTROGRAVIMETRI
1. Pengertian Elektrogravimetri
Metode analisis yang didasarkan pada pengendapan zat dengan menggunakan listrik.
2. Beberapa hukum yang mendasari analisis sistem elektrogravimetri
a. H. Faraday : bahwa banyaknya zat yang diendapkan pada elektroda selama elektrolisis berlangsung sebanding dengan jumlah arus listrik yang mengalir melalui larutan tersebut.
w = massa zat yang diendapkan
e = massa ekivalen
i = arus (amper)
t = waktu (detik)
F = tetapan Faraday 96487 Coulomb
b. Hukum Ohm
Kuat arus yang mengalir melalui suatu penghantar berbanding terbalik dengan tahanan dan berbanding lurus dengan tegangan
I = arus (Amper)
E = tegangan (Volt)
R = tahanan (Ohm)
Kesimpulan :
1. Elektrolisis tergantung pada i (arus)
2. Elektrolisis tergantung pada E (potensial)
Pada umumnya terdapat tiga macam kondisi yang dapat diterapkan pada sel elektrolisis, yaitu :
1. Elektrolisis dilakukan pada suatu harga potensial sel luar yang digunakan (Eapp) pada harga yang tetap.
2. Elektrolisis dilakukan pada suatu harga arus yang tetap
3. Elektrolisis dilakukan pada harga potensial katoda (EK) yang tetap
Berbagai pengertian tegangan (potensial) yang terkait dengan elektrolisis
1. Tegangan (potensial) peruraian : tegangan luar minimum yang harus diberikan untuk terjadinya elektrolisis secara kontinyu.
Ed = Ekatoda – Eanoda
2. Potensial Ohmik : yaitu jumlah potensial yang dibutuhkan untuk mengalahkan tahanan yang dialami oleh ion-ion yang bergerak menuju anoda atau katoda (Besarnya) = IR.
Sehingga potensial sel :
Esel = Ekatoda – Eanoda – IR
3. Tegangan (potensial) polarisasi
Adalah tegangan yang terjadi sesudah elektrolisis dihentikan.
Tegangan polarisasi ada dua jenis yaitu tegangan polarisasi konsentrasi dan polarisasi kinetik.
Tegangan polarisasi yang terjadi akibat perbedaan konsentrasi ion yang ditentukan pada elektroda.
Tegangan polarisasi kinetik terjadi bila laju reaksi elektrokimia pada salah satu atau kedua elektroda berlangsung lambat. Maka diperlukan potensial tambahan (overpotensial) untuk mengatasi energi penghalang bagi reaksi setengah selnya.
Ed = (Ekatoda – Eover voltage katoda) – (Eanoda – Eover voltage katoda)
Sehingga Esel = (Ekatoda – Eover voltage katoda) (Eanoda– Eover voltage anoda) – IR
II. Elektrolisis pada arus tetap
Sesuai hubungan I = E/R, maka untuk menjaga agar jumlah arus selalu tercukupi (besarnya i dijaga agar tidak turun), maka potensial luar harus selalu ditambah.
III. Elektrolisis pada potensial katoda yang tetap
Sebagaimana Rumusan Nerns
Ekatoda = E°katoda – log [x]
Sebagai contoh untuk elektrolisis larutan Cu2+ 10-2 M
Ek = 0,34 Volt – log (10-2)
= 0,281 Volt
Apabila kemudian konsentrasi Cu2+ dalam larutan tinggal 10-6 M maka besarnya potensial katoda menjadi
Ek = 0,34 – log 10-6
= 0,163 Volt
Keadaan ini yang menjadi dasar bagaimana kita dapat memisahkan beberapa ion logam yang mempunyai nilai potensial katoda (potensial redaksi) yang berbeda. Dari contoh di atas, antara rentang potensial 0,281 s/d 0,163 Volt yang terendapkan adalah ion Cu2+, ion-ion lain yang mempunyai potensial lebih besar dari 0,281 telah diendapkan lebih dahulu. Sedangkan ion-ion yang mempunyai potensial kurang dari 0,163 Volt akan belum terendapkan.
Metode Elektrogravimetri
Metode ini digunakan untuk analisis kuantitatif. Komponen yang dianalisis diendapkan pada suatu elektroda yang telah diketahui beratnya dan kemudian setelah pengendapkan sempurna kembali dilakukan penimbangan elektroda beserta endapannya.
Untuk tujuan ini maka endapan harus kuat menempel padat dan halus, sehigga bila dilakukan pencucian, pengeringan serta penimbangan tidak mengalami kehilangan berat. Selain itu sistem ini harus menggunakan elektroda yang Inert. Umumnya dipakai elektroda plantine.
Alat yang umum digunakan pada metode ini biasanya mempunyai skema sebagai berikut :
Sebagai contoh adalah pada elektrolisis larutan tembaga dengan konsentrasi sekitar 10-2M yang mengandung asam sulfat 0,05 M (konsentrasi H+ = 0,1 M)
Katoda : Cu2+ + 2e Cu E° = 0,337 V
Anoda : H+ + e ½ H E° = 0 V
H2O ½ O2 + 2H+ + 2e E = 1,23 Volt
E Cu2+/Cu = 0,337 – log = 0,278 Volt
E O2/H2O = 1,23 – log = 1,17 Volt
Esel = Ekatoda-Eanoda = 0,278-1,17 = 1,148 Volt
Maka agar terjadi reaksi elektrolisis maka Eapp harus lebih besar dari 1,148 Volt.
Untuk menganalisis ion-ion Cu2+ dalam larutan tersebut dapat dengan 2 cara
2.Cara lambat tanpa pengadukan
Analisis dilakukan selama 1 malam dengan tegangan 2, -2,5 Volt dan arus 0,3 A
3. Cara cepat dengan pengadukan
Elektrolisis dilakukan dalam waktu 15-20 menit dengan tegangan 3-4 Volt dan arus 0,4- 2 A.
Untuk mengetahui sudah habis atau belum jumlah Cu2+ dalam larutan dilakukan dengan mengetes larutan dengan larutan K4[Fe{CN}6]. Jika larutan masih coklat warnanya berarti masih ada Cu2+.
halo.. salam kenal.. saya Dev, seorang siswa smkn 13 Bandung jurusan analis kimia.. postingan anda sangat bermanfaat untuk dasar teori praktikum saya besok.. terimaksih..^^
BalasHapussaya juga anak 13 kang,,
BalasHapusSaya juga kang
BalasHapus